1. Etika Berkendara Dengan Sopan

Cara berkendara adalah cermin dari perilaku kita sebagai manusia. Jangan kaget kalau di Indonesia banyak orang yang tega mengambil harta rakyat yang bukan haknya. Itu sudah tercermin dari perilakunya di jalan raya. Seandainya aja etika berkendara diajarkan dari kecil. Menyadarkan bahwa ada hak orang lain yang terkebiri kalau kita bertindak ngawur di jalanan.
2. Mata Pelajaran “Bertanya”

Demi meningkatkan keinginan untuk bertanya, sekolah perlu punya kelas khusus bertanya. Dalam kelas tersebut anak-anak bebas menanyakan apapun. Mulai dari hal yang terkait pelajaran sampai hal konyol yang nggak ada kaitannya sama sekolah.
Guru juga wajib memberikan jawaban yang “adil”. Kalau nggak tahu ya bilang aja nggak tahu. Dengan kelas khusus bertanya anak-anak akan lebih berani mengungkapkan pendapat mereka.
3. Mata Pelajaran “Berpikir Kreatif”

Guru: “Ayo anak-anak, coba gambar pemandangan!”Salah satu kekurangan sistem pendidikan kita adalah sempitnya ruang bagi kreativitas. Kita terlalu terbiasa dibentuk menjadi “seragam”. Jadi berbeda dari teman-teman dan lingkungan terasa menakutkan. Padahal, menjadi berbeda itu wajar banget. Nggak ada yang salah dari mengambil sikap yang berseberangan dengan teman-temanmu, selama kamu punya argumen.
Template anak Indonesia: Dua gundukan gunung, matahari di tengah, sawah di bawahnya.
Sekolah di Indonesia perlu punya mata pelajaran “Berpikir Kreatif” di semua tingkat pendidikan. Di kelas ini anak-anak bebas mengembangkan ide mereka sendiri untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Disini kamu bisa menciptakan rumus bagi soal matematika, kamu bisa menulis naskah drama, bisa membuat film untuk membantumu memahami soal Kimia.
4. Sejarah Dunia

Bagaimana tragedi kemanusiaan di Rwanda, Bosnia, serta Chechnya terjadi. Bagaimana peliknya konflik agama di belahan dunia lain. Sampai juga fenomena negara gagal.
Memiliki pemahaman yang menyeluruh soal sejarah dunia akan membuat generasi Indonesia sadar bahwa hal yang terjadi di Indonesia juga terjadi di luar negeri. Dan kalau orang-orang asing itu bisa menghadapinya, kenapa kita tidak?
5. Mempertanyakan Sejarah

Padahal mempertanyakan fakta sejarah bisa membuat kita jadi orang yang kritis dan berpengetahuan luas. Kita jadi terbiasa mengumpulkan data tambahan sebelum memutuskan untuk sepakat atau tidak sepakat terhadap suatu hal. Apabila sedari kecil anak-anak Indonesia sudah diberi ruang untuk berani kritis terhadap fakta sejarah, kecintaan mereka pada Indonesia bisa semakin dalam.
6. Ideologi Dunia

Kita nggak berhak mengatakan sesuatu buruk, salah dan layak dihakimi sebelum tahu dengan mendalam bukan?
7. Menggunakan Social Media Dengan Bijak

Penting bagi sekolah untuk mengajarkan bahwa anak muda harus cerdik dalam memanfaatkan media sosial. Sekali sesuatu terposting via internet, dia akan menyebar dan jadi milik publik. Padahal rekam jejakmu di media sosial juga akan jadi bahan pertimbangan saat kelak melamar pekerjaan. Pendidikan kita sayangnya belum memberikan pemahaman menyeluruh soal menggunakan media sosial dengan tepat.
8. Sopan Santun Sederhana

Sekolah di Indonesia barangkali terlalu sibuk menyiapkan muridnya untuk lulus UN. Dibanding mempersiapkan mereka jadi anak-anak santun. Maka gak jarang kita akan menemui anak pintar yang kemampuan sosialnya nol besar. Bagaimanapun, kita ini tetap bangsa timur yang menjunjung tinggi sopan santun. Pendidikan soal sopan santun wajib masuk dalam kurikulum kita.
9. Hidup Bersama Orang Dengan Keterbatasan Fisik Dan Autisme

Bukannya menerima dan menghargai mereka, kita justru lebih terbiasa mengolok dan mencibir. Ini bukan sepenuhnya kesalahan kita. Sedari kecil kita memang tidak terbiasa diajarkan untuk hidup bersisian dengan kawan-kawan yang berkebutuhan khusus. Kalau pendidikan kita tidak diubah jadi lebih inklusif, kapan lingkaran setan diskriminasi di Indonesia akan selesai?
10. Keterampilan Mengelola Uang dan Berinvestasi

Selain diajari cara membuat pembukuan yang balance, akan oke banget jika sekolah juga mengajarkan bagaimana mengelola uang yang baik dan bagaimana anak muda bisa mulai berinvestasi. Seharusnya sedari kecil kita diajari untuk melihat uang sebagai modal untuk menghasilkan penghasilan yang berlipat ganda. Bukan hanya sebagai komoditas yang bisa dibelanjakan.
11. Pelajaran “Mendengarkan”

Kita memang bukan bangsa yang punya kemampuan mendengar dengan baik. Debat kita anggap sebagai pertarungan. Bukan sebagai tempat tukar pendapat. Seandainya saja ada mata pelajaran “Mendengarkan” di sekolah kita.
Anak-anak akan didudukkan berpasangan, saling mengungkapkan argumen terhadap suatu isu. Tapi lawan bicara gak boleh menyelamu sampai pendapatmu selesai diungkapkan. Mereka wajib mendengarkan dan mencatat poin yang kamu sampaikan. Kalau cara menjadi pendengar yang baik ini diajarkan dari tingkat pendidikan terendah, cara bertukar pendapat di negeri kita akan lebih sehat.
12. Menghargai Karya Seni
Temanmu yang suka berpuisi di linimasa Twitter kamu ejek sebagai orang galau. Dia yang suka corat-coret di sketch-book dianggap aneh dan gak keren. Padahal dibanding kamu yang suka nge-bully, mereka lebih keren karena bisa menghasilkan karya seni loh!Anak-anak Indonesia perlu diajarkan untuk membedakan:
- Galau vs Puitis
- Artistik vs Ngawur
- Cupu vs Nyeni
Gak cuma dikenalin nama-nama pelukis, mereka juga perlu tahu kisah dibalik lukisan tersebut. Bagaimana ide abstrak atau impresionistis bisa dieksekusi jadi gambar di kanvas. Bagaimana orang-orang di luar sana rela membayar mahal demi membeli hasil karya tersebut.
Tentu aja manusia bisa bertahan tanpa seni. Kasarnya: untuk tetap hidup kita cuma butuh makan, mandi, ngantor, tidur. Tahu-tahu sakit dan meninggal. Pertanyaan sebenarnya: maukah kita hidup dengan cara se-mekanistis itu?
13. Memanfaatkan Internet

Memanfaatkan internet secara aktif via www.duniaku.net
Pelajaran sederhana tentang bahasa pemrograman dasar, bagaimana memanfaatkan akun media sosial untuk jadi sumber penghasilan tambahan hingga cara membentuk start-up company berbasis internet layak masuk kurikulum pendidikan kita.
14. Jadi Relawan. Berkontribusi Langsung Untuk Masyarakat
Kita adalah bangsa yang punya gagasan dan idealisme besar. Tapi sayang, kadang tangan kita tidak cukup ringan untuk bekerja keras mewujudkan apa yang ada di otak. Bukannya diajarkan untuk menjadi relawan dan berkontribusi langsung ke masyarakat, sedari kecil kita hanya diajarkan untuk berargumen dan menciptakan retorika.Kalau ingin Indonesia berubah kita perlu mulai sadar diri untuk memberikan sesuatu pada negara yang kita cintai. Sejak masih duduk di bangku sekolah anak-anak perlu diajarkan bahwa dalam dirinya selalu ada yang bisa diberikan untuk orang lain. Jadi relawan dan turun langsung ke masyarakat nggak harus dilakukan oleh mereka yang sudah ahli.