Pancaran cahaya kehijauan yang diam tak bergerak di langit belahan bumi bagian utara itu mendadak menari. Sinar yang mendadak lebih terang itu meliuk-liuk dan pecah menjadi gelombang pita cahaya yang memancarkan warna ungu, merah, hijau, dan putih sekaligus.
Orang Eskimo atau suku Inuit percaya fenomena alam yang terkenal dengan sebutan Aurora Borealis atau Cahaya Utara itu muncul karena para arwah sedang bermain bola--memakai tengkorak singa laut--di angkasa. Mereka juga percaya orang yang terlalu sering menonton "pertandingan" itu akan menjadi gila.
Namun, yang pasti, keindahan pertunjukan warna alami yang dihasilkan badai kecil aurora ini menimbulkan gangguan pada sistem telekomunikasi dan satelit. Bahkan listrik di sebagian besar wilayah Kanada sempat padam selama berjam-jam pada 13 Maret 1989 akibat badai magnet yang disebabkan oleh tarian aurora itu.
Itulah mengapa Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mengirimkan Themis, Dewi Keadilan Yunani, untuk mengungkap peristiwa di balik tarian aurora itu. Misi yang terdiri atas lima satelit ini sengaja diberi nama Themis karena bertujuan mengungkap aurora secara obyektif, tanpa prasangka.
Secara kebetulan, Themis juga menjadi singkatan dari kegiatan yang harus dilakukan kelima satelit ilmiah itu, yaitu Time History and Macroscale Interaction During Substorm. Setelah mencapai orbit, mereka harus mengumpulkan data untuk menemukan catatan waktu peristiwa dan pengaruhnya terhadap substorm atau badai kecil yang terjadi.
Lima mikrosatelit yang diangkut roket Delta 2 itu baru saja diluncurkan dari Pangkalan Udara Cape Canaveral, Florida, akhir pekan lalu. Peluncuran itu sempat tertunda satu hari karena angin kencang di lapisan udara atas. "Angin itu bisa mempengaruhi arah jalur roket," kata Rani Gran, juru bicara NASA.
Para ilmuwan berharap misi senilai Rp 1,81 triliun itu bisa mengungkap misteri badai geomagnet yang bisa merusak satelit komunikasi, memadamkan jaringan listrik, serta menembakkan radiasi tinggi kepada astronot yang melakukan spacewalk dan penumpang pesawat komersial yang terbang di atas garis lintang belahan bumi utara.
"Selama 30 tahun, para ilmuwan mencoba memahami apa penyebab munculnya subbadai itu," kata Vassilis Angelopoulos dari University of California, Berkeley, Amerika Serikat, peneliti utama misi Themis. "Menemukan asal muasalnya yang amat sulit dipahami." Aurora berasal dari kumpulan awan partikel bermuatan yang terlempar keluar dari matahari. Ketika partikel ini mengalami percepatan ke lapisan atmosfer yang lebih atas karena pengaruh medan magnet bumi, mereka bertabrakan dengan molekul gas. Tumbukan ini menyebabkan molekul gas bergetar hebat dan mengeluarkan cahaya ketika mencapai tahap yang lebih tenang.
Subbadai terjadi ketika pita cahaya aurora yang kehijauan mendadak lebih terang dan berubah menjadi berbagai pita cahaya yang menari-nari. "Subbadai berawal dari satu titik di antariksa dan maju melewati orbit bulan dalam beberapa menit saja sehingga satu satelit tidak mungkin mengidentifikasi sumbernya," kata Angelopoulos.
Menurut rencana, kelima satelit Themis akan memisahkan diri dari roket Delta 2 satu jam setelah peluncuran. Setelah terpisah, para ilmuwan di stasiun bumi University of California, Berkeley, mulai mengirimkan sinyal ke setiap satelit.
Satelit pertama akan mengidentifikasi permulaan subbadai, yaitu lokasi gangguan yang pertama kali terjadi di medan magnet bumi. "Satelit lainnya akan digunakan untuk mengukur berapa cepat gangguan itu menyebar ke lokasi lain," kata David Sibeck, ilmuwan proyek Themis.
Misi ini sesungguhnya hanya membutuhkan empat satelit untuk menuntaskan tugas. Satelit kelima adalah wahana cadangan yang akan memasok data tambahan.
Kelompok satelit ini akan memetakan secara magnetik Benua Amerika Utara selama 15 jam setiap empat hari sekali. Secara serempak pula, 20 stasiun bumi di Alaska dan Kanada, yang dilengkapi kamera langit otomatis dan magnetometer, akan mendokumentasikan aurora dan arus antariksa dari bumi.
Jika sukses, misi ini akan mengakhiri perdebatan para ilmuwan tentang kapan subbadai ini terpicu. Mereka sama-sama mengetahui tiga peristiwa pada ekor medan magnet bumi yang diasosiasikan dengan munculnya benih subbadai, yaitu gangguan arus, erupsi aurora, dan rekoneksi magnet. Namun, mereka berbeda pendapat soal di mana peristiwa ini terjadi.
Satu teori menyatakan bahwa subbadai terjadi 80.467 kilometer di atas khatulistiwa, kira-kira seperenam jarak ke bulan, ketika turbulensi elektromagnetik mengacaukan aliran arus angkasa yang amat kuat. Teori lainnya berpendapat subbadai ini dipicu di atas 160.934 kilometer di atas khatulistiwa dengan perubahan spontan energi magnet menjadi panas. Akselerasi partikel yang terjadi kemudian memicu energi subbadai.
"Inilah alasan mengapa kami mengirimkan Themis, untuk menjawab kapan dan lokasi badai itu terjadi dan menentukan mana teori yang tepat," kata Angelopoulos.
Namun, misi ini tak sekadar upaya untuk memahami cahaya yang indah di langit. Bila matahari sedang aktif, serangkaian subbadai, 10 atau lebih, bisa terjadi berurutan dalam jangka waktu singkat. "Ketika ada aurora yang amat hebat, bisa terjadi gangguan jaringan listrik di bumi ataupun memutus komunikasi dengan satelit sehingga amat penting untuk memprediksi kapan hal ini terjadi," kata Tai Phan, salah satu ilmuwan Themis.